Kamis, 18 Maret 2010

Anak Kecil & Lelaki (Bapak & Suami)

Kamis, 18 Maret 2010





seorang anak kecil bermain di depan halaman rumah, tampak begitu gembira. Hingga datang seorang lelaki berusia kira-kira 30 tahun mendatangi halaman. Anak yang sedang asyik bermain itu berhenti, saat melihat kedatangannya.

Lelaki itu duduk di sebuah batu besar di bawah pohon belimbing. Anak yang tadi bermain, kini berjalan menghampirinya. Perlahan tapi pasti, anak itu mulai mendekat pada diri lelaki yang tampak lelah. Wajah lelaki itu tertutup oleh debu dan bajunya kusam lusuh.

Anak kecil itu tampak tidak canggung. Keberaniannya mendatangi lelaki yang tidak dikenalnya, karena baru pertama kali ini bertemu mengapungkan tanda tanya. Apakah anak itu benar berani atau hanya karena rasa penasarannya.

Semakin dekat, semakin jelas keletihan dari lelaki itu. Senyum yang keluar sepertinya hanya sebuah senyum pemanis biasa saja.

"Om, siapa? kenapa duduk di sana? Om, sepertinya letih?"

"Nak, aku hanya manusia yang sedang mencari. Tempat duduk ini masih lebih baik dari kursi yang ada di dalam ruangan. Om tidak letih, Nak."

"Om berbohong?"

"Apa? kenapa kamu bisa bilang Om berbohong, Nak?"

"Karena sebenarnya kursi yang ada di dalam ruangan itu adalah yang Om cari, kan? dan juga Om telah letih dalam berjuang, tapi tidak menemukan apa yang Om cari itu?"

"Oh... Katakan, Nak! apa maksud perkataanmu itu?"

"Sebelumnya, jawab pertanyaanku, Om! Apa yang Om cari? dan perjuangan apa yang telah Om berikan?"

"Om ini mencari apa yang dinamakan jalan menuju surga, Nak. Hingga Om rela meninggalkan semuanya. Anak-Istri, Om tinggalkan. Begitu juga harta kekayaan, Om. Om ingin apa yang dicari itu benar-benar datang karena perjuangan, Om sendiri."

"Wah... Om sudah gila, ya?"

"Gila...? kamu jangan buat Om bingung, Nak!"

"Iya, Om gila! Punya Anak-Istri tapi ditinggalkan begitu saja. Harta kekayaan, Om telantarkan begitu saja. Apakah itu bukan gila, Om?"

"Tidak, Nak. Om tidak gila. Ini perjuangan. Ini jalan yang Om yakini bisa memberikan Om jalan menuju surga. Karena kita kembali tidak membawa apa-apa, Nak."

"Aku setuju dengan apa yang Om katakan di akhir ucapan, Om. Tapi tidak yang pertama!"

"Kenapa? Apa yang kau ragukan?"

"Karena perjuangan Om yang sesungguhnya adalah mendidik Anak-Istri dengan ilmu yang bermanfaat. Bimbingan Iman yang bisa menambah keyakinan mereka atas apa yang Om yakini. Membelanjakan harta di jalan yang lebih baik. Coba bayangkan, Om! Apa yang mereka lakukan di sana, apa yang mereka kerjakan dengan harta yang Om tinggalkan?"

"Om tidak tahu."

"Ya, Karena Om bodoh. Buta oleh hawa nafsu sendiri yang menginginkan surga untuk diri sendiri. Apakah mereka akan rela jika hanya Om yang diberikan pintu surga. sedangkan mereka kehilangan arah dan pegangan mereka. Tidak, mereka akan meminta sebagian pahala yang Om miliki. Mereka akan berkata "Tidak Adil, Wahai KAU yang Maha Pengasih, Lelaki ini, Suami dan Bapak dari Anak-anakku hanya melakukan kewajibannya seorang diri saja. Tanpa mau memberikan kami sedikit Ilmu."

"Jadi apa yang harus Om perbuat, Nak?"

"Aku tidak tahu. Om yang lebih tahu mana yang terbaik. Keyakinan atas jalan yang Om tempuh ini atau Anak-Istri yang menunggu di rumah dengan doa mereka yang meminta perlindungan dan harapan pulangnya diri Om."

Lelaki itu tidak menjawab. Dia bangkit berdiri dan melangkah pergi. Kekerasan hatinya telah dikalahkan oleh seorang anak kecil. Apakah dia harus kembali? Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Sedangkan, dia sudah mengatakan pada Anak-Istrinya bahwa dia akan pergi dalam waktu yang lama. Mencari jalan surga tapi melupakan kewajibannya sebagai Suami dan Bapak.

Anak kecil itu kembali bermain dengan asyiknya sepeninggalan lelaki itu.

0 komentar: